PROBLEMATIKA HADIS YANG DIJADIKAN HUJAH OLEH KHATIB JUMAT (Studi Analisis Hadis-Hadis Yang Dibacakan Oleh Khatib Jumat)

Nurmiswari Nurmiswari

Abstract


Mimbar masjid adalah salah satu sarana yang tepat untuk menyampaikan khutbah. Khutbah jumat adalah satu kewajiban dalam Islam yang berisikan nasehat dan salat berjamaah Jumat. Tidak dapat dipungkiri siapa saja yang akan menyampaikan nasehatnya akan menyertai dengan hadis, baik sebagai dalil pokok maupun sebagai dalil tambahan dari uraian ayat-ayat Alquran sebagai argmentasinya untuk dapat diamalkan oleh masyarakat, namun terkadang menyampaikan dalil dari hadi-hadis, tidak diketahui kepastian kualitasnya, baik dari segi sanad maupun matan.

Hadis-hadis yang dijadikan rujukan oleh khatib masjid adalah bervariasi ada yang dari riwayat al-Bukhāri, Muslim, Tirmiżī, Nasāī, Abū Dawūd, al-Bahaqī, Ibn Mājah, dan dari riwayat yang lain yang tidak masyhur selain hadis dalam kitab sembilan imam hadis. Problematika yang sangat besar adalah di mana hadis-hadis yang disampaikan dalam khutbah kebanyak tidak jelas perawi, baik pada awal maupun pada akhir. Khatib masjid biasanya menjelaskan hadis sebagai uraian dari maksud ayat-ayat dan ada juga yang menguraikan maksud hadis dengan pemikirannya sendiri disesuaikan dengan kondisi dimana masjid dia berkhutbah.


Full Text:

PDF

References


Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulum ad-Din, (Tp: Ttp, Tt), Jilid I, h. 5.Al-Ghazali, Mengobati penyakit Hati, tarj. Ihya``Ulum Ad-Din, (Bandung: Karisma, 2000), h. 39

Lihat: K.H. Sirajuddin Abbas, 40 Masalah Agama, (Jakarta: Pustaka tarbiyah, 1970), 5. Halaman kata pengantar.

M. Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Hadisah: Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), h. 1-2.

Baharuddin dan Esa Nur wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Jogjakarta: ar-Ruzz Media, 2010), h. 50.

Al-Imam Burhan al-Islam az-Zarnūjī, Ta’lim al-Muta’allim ‘ala Thariiqah at-Ta’allum, (Surabaya: Al-Hidayah Bankul Indah, 1367 H), h. 5.

Bustamin, M. Isa H. A. Salam, Metodologi Kritik Matan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004), h. 76.

Muhammad Ṭāhir al-Jawābī, Juhūd al-Muḥaddisīn Fī Naqd Matn al-Ḥadīṡ an-Nabāwī asy-Syarīf, (Tunisia: Mu’assasat ‘Abd al-Karim, 1986), h. 460-461.

Nawir Yuslem, Ulumul Hadis, (tp: PT. Mutiara Sumber Widya, Cet. 1, 2001), h. 364. Lihat juga: Muhammad Muṣṭafā al-‘Aḍamī, Manḥaj an-Naqd ‘Inda al-Muḥaddiṡīn, (tp: Maktabah al-Kauṡar, cet 3, 1990), h. 70.

Ramli Abdul Wahid dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu Hadis, (Medan: Perdana Publishing, 2011), h. 216.

Lihat: A.J. Winsink dan Muhammad Fuad Abd al-Baqī, al-Mu’jam al-Mufahras li al-Fād al-Hadīṡ an-Nabawī, (Libanon: Maktabah Barīl, 1937), h. 492. Lihat: Muhmmad bin ‘Isa Abu ‘Isa at-Tirmizi as-Salamī (Tahqīq: al-Albanī), Sunan at-Tirmizī, (Arab: Maktabah al-Ma’ārif, cet. 1, tt), h. 500.

Muhmmad bin ‘Isa Abu ‘Isa at-Tirmizi as-Salamī, Sunan at-Tirmizī, (Bairut: Dār Ihyā at-Turas al-‘Arabī, tt), juz. 4 dari 5, h. 494.




DOI: http://dx.doi.org/10.30821/ihya.v9i1.17897

Refbacks

  • There are currently no refbacks.


Diindeks oleh: