PENISTAAN AGAMA DAN KEKERASAAN SOSIAL DI KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN 2011
Abstract
Artikel ini meneliti tentang konflik dan kekerasan yang terjadi pasca perusakan gereja pada tahun 2011. Kasus penistaan agama dan perusakan gereja di Temanggung merupakan kasus yang paling menonjol setelah kasus penangkapan teroris. Kasus ini bahkan menjadi sorotan dunia internasional karena akibat dari kejadian ini empat gereja dibom molotov dan dibakar. Tidak hanya itu, kerusuhan juga menyebabkan gedung Pengadilan Negeri Temanggung mengalami kerusakan, serta kendaraan operasional, pos polisi dan satu panti asuhan Betlehem yang juga ikut dirusak. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini, namun sempat membuat kota Temanggung mencekam dan mendadak menjadi 'terkenal'. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa konflik yang terjadi di Temanggung disbabkan karena kurangnya pemahaman agama masyarakat terhadapa agama yang dianutnya sehingga masyarakat sangat mudah untuk di provokasi, kemudian dari konflik itu akhirnya menunjukan bahwa pemerintah dalam hal ini Bupati, TNI/Polri, FKUB dan lembaga lainnya dituntut untuk bekerja keras dalam melakukan pembinaan kepada masyarakat, yaitu dengan cara penyuluhan ke desa-desa, kemudian ke pengajian dan membantu masyarakat untuk mendapatkan informasi dan rasa aman. Namun hal itu tidak mudah karena pasti ada kendala yang dirasakan oleh pemerintah dan pihak-pihak yang terkait, oleh karena hal yang dianggap membantu sebagai solusi alternatifnya adalah dengan memanfaatkan kearifan lokal masyarakat setempat. Meskipun sebenarnya kearifan lokal belum mampu seuntuh nya untuk menyelesaikan konflik yang ada.
Full Text:
PDFDOI: http://dx.doi.org/10.30829/jisa.v1i1.1783
Copyright (c) 2018 JISA (Jurnal Ilmiah Sosiologi Agama)